BacaJuga: 'Filosofi Kopi', Kisah Hidup Ilmuwan Kopi "Ini seperti cita-cita yang sudah terpendam lama terhadap bayangan di buku ini. Kedainya, baristanya, perkebunanya. Ketika melihat muncul di layar, mengharukan buat saya," sambungnya. Buku 'Filosofi Kopi' merupakan kumpulan cerita pendek (cerpen) Dewi Lestari yang dirilis pada 2006.
CerpenDewi Solihat Saputera Bahkan aku tak tahu hendak berjalan ke arah mana saat lambat laun kakiku menapaki satu-satu anak tangga yang mengarah keluar dari kapal. Cerpen Ayu Sundari Lestari Pagi masih buta. Embun menempel di dedaunan. Riuh angin berkelebat di antara celah pepohonan. Langit bertudung awan pekat.
DewiLestari - Kumpulan Cerpen Dewi Lestari - Filosofi Kopi Dewi Lestari - Perahu Kertas Siapa tahu ada teman2 disini yang belum punya, sehingga bisa mendownloadnya sendiri, dengan catatan links downloadnya bisa melalui vm/pm biar tidak terlalu oot di topik ini - abbyy screenshot reader ini juga bisa digunakan untuk menyalin contents
CerpenDewi Lestari. dari mulai Tarot malaikat sampai vampir. Ia memperhatikan dengan saksama bagaimana caraku melipat selimut dan membentangkan seprai di atas sofa untuknya tidur. Tubuhku mengisyaratkan cukup. Terengah dan tersengal aku bangkit berdiri. Ari perlahan juga bangkit, merapikan kemeja linennya yang kusut bukan kepalang, dan
HartaKarun Untuk SemuaCerpen Dewi Lestari. Hari ini kiriman buku yang saya pesan dari Ada satu buku yang langsung saya sambar dan baca seketika. Judulnya: " Stuff The Secret Lives of Everyday Things ". Buku itu tipis, hanya 86 halaman, tapi informasi di dalamnya bercerita tentang perjalanan ribuan mil dari mana barang-barang
Vay Tiền Trả Góp 24 Tháng. a. Alur Alur memegang peranan penting dalam sebuah cerita. Selain sebagai dasar bergeraknya cerita, alur yang jelas akan mempermudah pemahaman pembaca terhadap cerita yang disajikan. Alur merupakan tempat lewatnya rentetan peristiwa yang merupakan tindak-tanduk yang berusaha memecahkan konflik yang terdapat di dalamnya. Alur dalam cerpen Malaikat Juga Tahu, karya Dewi Lestari menggambarkan lima peristiwa. Peristiwa pertama menceritakan tentang adanya rutinitas malam Minggu yang terjadi di rumah Bunda yang dijalani bersama oleh seorang Laki-laki dan Perempuan. Sang Perempuan itu hafal segala rutinitas ketat yang berlaku di sana yang dijalani oleh sang Laki-laki itu. Dari memangkas rumput, mencuci baju, menjerang air, hingga menghitung koleksi sabun mandinya. Rumah Bunda yang besar dan memiliki banyak kamar merupakan rumah kos yang paling legendaris. Bunda adalah Ibu dari Laki-laki itu Peristiwa pertama di atas merupakan tahap permulaan. Pada peristiwa tersebut pengarang memperkenalkan tokoh-tokohnya dan menjelaskan terjadinya tempat peristiwa Peristiwa kedua menceritakan bahwa Laki-laki yang biasa dipanggil Abang itu adalah orang yang paling dihindari oleh anak-anak kos di rumah Bunda. Laki-laki itu dihindari karena di dalam tubuh pria 38 tahun itu bersemayam mental anak 4 tahun, atau dengan kata lain si Abang menderita gangguan jiwa autis. Abang tidak galak dan tidak menggigit, tapi orang-orang sering dibuat habis akal jika berdekatan dengannya. Rutinitas Abang setiap harinya juga berbeda dengan rutinitas manusia normal. Abang mempunyai dunia sendiri yang orang lain tidak mengerti. Rutinitas yang dijalani Abang tidak mungkin dapat diubah. Orang autis seperti Abang bukan tidak mungkin memiliki kelebihan. Abang pandai menghafal dan bermain angka, serta gemar mempreteli teve, radio, bahkan mobil, lalu merakitnya lagi lebih baik dari semula. Bahkan Abang hafal tahun, hari, jam, bahkan menit dari banyak peristiwa. Abang pandai menangkap nada dan memainkannya di atas piano. Namun Abang tidak paham mengapa orang-orang harus pergi bekerja dan mengapa mereka bercita-cita. Dari semua kelebihan Abang tersebut, ada kelebihan lain yang tidak diketahui orang lain. Hanya perempuan itu yang tahu, yaitu Abang adalah pendengar yang luar biasa. Perempuan itu bisa bebas bercerita semua masalahnya dengan Abang. Bagi si Perempuan itu, Abang adalah sahabat yang luar biasa. Namun, semua kehangatan yang terjadi antara Abang, Perempuan itu dan Bunda tidak akan berubah jika Bunda tidak menemukan surat-surat yang ditulis oleh Abang. Abang menuliskan surat cinta dengan tahu itu adalah surat cinta Abang kepada Perempuan itu. Abang jatuh cinta dengan si Perempuan itu. Saat ditemukannya surat cinta tersebut, adik Abang datang dari luar negeri. Adik Abang, si bungsu merupakan hadiah dari Tuhan untuk ketabahan Bunda yang cepat menjanda dan anak pertamanya meninggal karena penyakit langka. Anak kedua Bunda yaitu Abang menderita autis. Sedangkan si Bungsu menurut orang-orang adalah figur sempurna. Ia pintar dan fisiknya menarik. Kehadiran si Bungsu dalam kehidupan Abang dan Perempuan itu telah mengubah kehangatan suasana di rumah Bunda, karena ternyata si Bungsu telah memacari Perempuan satu-satunya yang dikirimi surat cinta oleh Abang. Bunda tahu bahwa segala rutinitas Abang sangat berhubungan kepada Perempuan itu. Peristiwa kedua di atas merupakan tahap pertikaian. Pada peristiwa tersebut muncul kekuatan dan sikap yang bertentangan dengan tokoh-tokohnya. Kemudian suasana tersebut mulai menunjukkan suasana yang emosional karena tokoh-tokohnya mulai terlibat ke dalam konflik. Suasana emosional tersebut tampak pada peristiwa saat Bunda menemukan surat cinta Abang untuk si Perempuan itu. Akhirnya Bunda mengetahui bahwa Abang mencintai Perempuan itu. Pada peristiwa kedua tahap pertikaian ini, terdapat sikap yang bertentangan dengan tokoh-tokohnya yaitu perasaan Bunda yang bingung setelah mengetahui bahwa Abang mencintai perempuan itu, sedangkan Perempuan itu telah dipacari si Bungsu adik Abang. Pada tahap ini mulai muncul kekuatan emosional antar tokohnya. Peristiwa kedua ini merupakan tahap pertikaian dan sekaligus juga kembali ke peristiwa awal. Pada Peristiwa ketiga menceritakan adanya perdebatan antara Bunda, si Bungsu dan Perempuan itu. Pertama kali Bunda mengetahui si Bungsu dan Perempuan itu berpacaran, Bunda langsung mengadakan pertemuan empat mata. Bunda memilih Perempuan itu, untuk diajak berbicara pertama karena dipikirnya akan lebih mudah. Dalam pembicaraan dengan Perempuan itu, Bunda mengatakan bahwa Abang lebih tulus mencintai Perempuan itu daripada si Bungsu. Menurut Bunda, Abang mencintai bukan cuma dengan hati, tapi seluruh jiwanya. Sedangkan si Bungsu memang cinta sama Perempuan itu, tapi kalau kalian putus, si Bungsu dengan gampang cari lagi karena si Bungsu sempurna fisiknya. Tapi Abang akan mencintai Perempuan itu seumur hidupnya. Bagi Perempuan itu, dia tidak mungkin memilih Abang yang menderita autis untuk dijadikan pacar. Disisi lain, walaupun Bunda adalah Ibu kandung dari Abang dan si Bungsu, Bunda bukan malaikat yang bisa baca pikiran orang lain, Bunda tidak bisa bilang siapa yang lebih sayang sama Perempuan itu. Abang memang autis tetapi Abang tidak bodoh, dan Abang akan segera tahu si Bungsu dan Perempuan itu berpacaran. Apabila Abang tahu, maka mungkin hidup abang tidak akan bertahan karena segala rutinitas Abang sudah berhubungan dengan keberadaan Perempuan itu. Dalam perdebatan antara mereka bertiga, Bunda mengharuskan Perempuan itu untuk tetap menemani Abang setiap malam Minggunya, tidak bisa tidak karena, hanya keberadaan Perempuan itulah yang dapat membuat Abang bertahan. Peristiwa ketiga diatas merupakan tahap perumitan. Pada tahap ini suasana dalam cerita semakin memanas karena konflik mulai mendekati puncaknya. Konflik-konflik yang mulai memuncak itu dialami antara Bunda dengan si Bungsu dan Perempuan itu. perdebatan antara Bunda, si Bungsu dan Perempuan itu. Perdebatan tersebut terjadi ketika Bunda tahu bahwa si Bungsu dan Perempuan itu berpacaran, padahal Abang sangat mencintai Perempuan itu. Peristiwa keempat menceritakan tentang keputusan si Bungsu dan Perempuan itu untuk pergi dari rumah itu selama-lamanya. Pergi dari kehidupan yang mereka anggap seeperti penjara. Mereka menolak permintaan Bunda yaitu agar Perempuan itu tetap menemani Abang setiap malam Minggunya. Saat itulah persahabatan antara Abang dengan Perempuan itu hancur. Setelah Perempuan itu meninggalkan Abang, Bundalah yang mengisi setiap malam Minggu Abang. Suasana malam Minggu di rumah Bunda kini menjadi suasana yang mengerikan karena saat malam Minggu tiba, semua anak kos akan menyingkir. Mereka tidak tahan mendengar suara lolongan, batang-barang yang diberantaki. Setiap malam Minggu Abang akan mengamuk, karena Perempuan itu tidak datang menemaninya. Setelah mengamuk Abang akan kelelahan dan tertidur di pangkuan Bunda. Kalau terpaksa, Bunda akan menutup hari anaknya dengan obat penenang. Peristiwa keempat di atas merupakan tahap puncak. Pada peristiwa ini merupakan tahapan dimana konflik mencapai titik optimal. Konflik pada peristiwa empat ini mencapai titik optimal yaitu saat Perempuan itu memutuskan untuk pergi meninggalkan Abang. Perempuan itu memilih pergi bersama si Bungsu. Peristiwa kelima menceritakan tentang cinta seorang Ibu yang setia dan abadi untuk anaknya. Pada setiap penghujung malam Minggu, Bunda bersandar kelelahan dengan keringat membasahi wajah, Abang yang berbadan dua kali lebih besar tertidur itu meninggalkannya, namun Bunda tetap setia mendampingi Abang, meskipun Abang sering mengamuk setiap malam Minggu. “Cintanya adalah paket air mata, keringat, dan dedikasi untuk merangkai jutaan hal kecil agar dunia ini menjadi tempat yang indah dan masuk akal bagi seseorang. Bukan baginya. Cintanya tak punya cukup waktu untuk dirinya sendiri” Dewi Lestari, 200821. Kutipan tersebut menunjukkan bahwa cinta seorang Ibu adalah paket keabadian yaitu dikala senang dan sedih ibu tetap menemani anaknya. Waktu dan jiwa raga Bunda didedikasikan kepada Abang agar Abang walaupun autis tetap memiliki kehidupan yang indah di dunia selayaknya orang yang normal. Peristiwa kelima ini merupakan tahap akhir. Tahap akhir merupakan tahap kesimpulan dari segala masalah yang dipaparkan. Pada akhirnya, cinta Ibulah yang abadi. Bunda tidak akan meninggalkan Abang seperti Perempuan itu. Dan akhirnya kita tahu siapa yang pantas dijuluki malaikat bagi Abang yaitu Bunda. Dari uraian lima peristiwa dalam cerpen Malaikat Juga Tahu tersebut dapat diketahui bahwa cerpen tersebut memiliki alur mayoritas yaitu alur maju, meskipun pada bagian peristiwa kedua yaitu tahap pertikaian terdapat tahap permulaan juga, yaitu pengarang memperkenalkan kembali adanya tokoh yang terlibat, tetapi hanya sedikit dan alurnya masih tetap maju. b. Penokohan Penokohan merupakan penggambaran watak tokoh seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Setiap manusia memiliki sifat dan watak khas yang membedakan satu manusia dengan manusia lainnya. Tokoh-tokoh yang terdapat di dalam cerpen Malaikat Juga Tahu tersebut adalah Abang, Perempuan itu, Bunda dan si Bungsu. 1. Abang Tokoh ini dikenal dengan panggilan Abang. Dari awal cerita tokoh Abang digambarkan dengan adanya keanehan-keanehan yang terjadi di dalam dirinya. Rutinitas tokoh Abang tidak seperti rutinitas orang normal lainnya. Dengan kata lain, dapat dikatakan abang adalah orang yang tidak normal. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut. “Laki-laki disebelahnya memangkas rumput setiap hari Selasa, Kamis dan Sabtu. Mencuci baju putih setiap Senin, baju berwarna gelap hari Rabu, baju berwarna sedang hari Jumat. Menjerang air panas setiap hari pukul enam pagi untuk semua penghuni rumah. Menghitung koleksi sabun mandinya yang bermerek sama dan berjumlah genap seratus, setiap pagi dan sore” Dewi Lestari, 200814. “Setiap pagi dia membangunkan seisi rumah itu dengan ketukannya di pintu dan secerek air panas untuk mandi. Dia menjemput baju-baju kotor dan bisa ngadat kalau disetorkan warna yang tidak sesuai dengan jadwal mencucinya” Dewi Lestari, 200816. Kutipan di atas menunjukkan bahwa rutinitas sehari-hari yang dilakukan Abang tidak seperti orang yang normal. Abang berusia 38 tahun namun memiliki mental seperti anak umur 4 tahun. Dalam ilmu kedokteran, Abang mengidap penyakit kelainan jiwa yaitu autis. Meskipun begitu Abang adalah seorang yang pintar. Abang pandai menghafal dan bermain angka. Abang hafal tahun, hari, jam, bahkan menit dari banyak peristiwa. Abang pandai menangkap nada dan memainkannya persis sama di atas piano, bahkan lebih sempurna. Selain pandai, Abang juga pendengar yang luar biasa bagi si Perempuan itu. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun Abang autis tetapi dia masih memiliki hati yang baik. Abang merupakan sahabat yang luar biasa. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut. “Perempuan di pekarangan itu tahu sesuatu yang orang lain tidak. Abang adalah pendengar yang luar biasa. Perempuan itu bisa bebas bercerita masalah percintaannya yang berjubel dan selalu gagal. Tidak seperti kebanyakan orang, abang tidak bisa beradu mata lebih dari lima detik, tapi sedetik pun abang tidak pernah pergi dari sisinya. Ia pun menyadari sesuatu yang orang lain tidak. Laki- laki disampingnya itu bisa jadi sahabat yang luar biasa” Dewi Lestari, 200816. Dalam menggambarkan watak tokoh Abang, pengarang menggambarkannya dengan cara analitik, yaitu pengarang langsung menceritakan karakter tokoh-tokoh dalam cerita. Hal ini dapat dilihat pada kutipan sebagai berikut. “Bukannya tidak mungkin berkomunikasi wajar dengan abang, hanya saja perlu kesabaran tinggi yang berbanding terbalik dengan ekspektasi. Dalam tubuh pria 38 tahun itu bersemayam mental anak 4 tahun, demikian menurut para ahli jiwa yang didatangi bunda. Sekalipun abang pandai menghafal dan bermain angka, ia tidak bisa mengobralkan makna. Abang gemar mempreteli teve, radio bahkan mobil, lalu merakitnya lagi lebih baik dari semula. Dia hafal tahun, hari, jam, bahkan menit dari banyak peristiwa. Dia menangkap nada dan memainkannya persis sama di atas piano, bahkan lebih sempurna. Namun dia tidak memahami mengapa orang-orang harus pergi bekerja dan mengapa mereka bercita-cita” Dewi Lestari, 200816 Dari kutipan tersebut jelas terlihat bahwa pengarang menggambarkan secara langsung bagaimana sosok tokoh Abang. Tokoh Abang mempunyai sifat dan karakter yang dapat dirumuskan ke dalam beberapa dimensional, sebagai berikut. 1. Dimensi Fisiologis ciri-ciri lahir Abang berusia 38 tahun namun tingkat kedewasaannya sama dengan anak umur 4 tahun. Jenis kelamin Abang adalah laki-laki. Hal ini dapat dilihat pada kutipan sebagai berikut. “Dalam tubuh pria 38 tahun itu bersemayam mental anak 4 tahun, demikian menurut para ahli jiwa yang didatangi Bunda” Dewi Lestari, 200816. Keadaan tubuh tokoh Abang besarnya dua kali lipat lebih besar dari Bunda. Hal ini dapat dilihat pada kutipan sebagai berikut “…………., anaknya yang berbadan dua kali lebih besar tertidur memeluk kakinya erat-erat” Dewi Lestari, 200820. 2. Dimensi Sosiologis ciri-ciri kehidupan masyarakat Abang bukan manusia normal, jadi dalam menjalani kehidupan bermasyarakat juga tidak normal. Dia tidak bisa bergaul dengan orang lain, kecuali dengan Perempuan itu dan Bunda. Hanya mereka yang dapat mengerti Abang. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut. “Laki-laki itu, yang biasa mereka panggil Abang, adalah makhluk yang paling dihindari di rumah Bunda, nomor dua sesudah blasteran Doberman yang galaknya di luar akal tapi untungnya sekarang sudah ompong dan buta. Abang tidak galak, tidak menggigit, tapi orang-orang sering dibuat habis akal jika berdekatan dengannya” Dewi Lestari, 200816. Pada kutipan di atas terlihat bahwa tokoh Abang tidak dapat bergaul dengan orang normal lainnya. Hanya dengan Bunda dan Perempuan itu Abang bisa bergaul. Meskipun Abang tidak normal, namun Abang sangat pandai. Abang gemar mempreteli teve, radio, bahkan mobil, lalu merakitnya lagi lebih baik dari semula. Dia hafal tahun, hari, jam bahkan ,menit dari banyak peristiwa. Dia menangkap nada dan memainkannya persis sama di atas piano, bahkan lebih sempurna. Hal- hal yang Abang miliki, mungkin tidak dimiliki oleh kebanyakan manusia normal lainnya. 3. Dimensi Psikologis latar belakang kejiwaan Dimensi psikologis pada tokoh Abang adalah hal yang paling utama diceritakan oleh pengarang. Latar belakang kejiwaan Abang jauh dari normal. Walaupun umur Abang tergolong dewasa yaitu 38 tahun, namun Abang memiliki mental seperti anak umur 4 tahun, dengan kata lain, Abang adalah orang yang tidak “…….., lalu anak keduanya, Abang, mengidap autis pada saat dunia kedokteran masih awam soal autisme sehingga tak pernah tertangani dengan baik” Dewi Lestari, 200817. Berdasarkan kutipan di atas dapat dilihat bahwa tokoh Abang adalah orang yang tidak normal. Abang mengidap kelainan jiwa yaitu autis. Abang tidak galak dan tidak menggigit, namun orang-orang sering dibuat habis akal jika berdekatan dengannya. Rutinitas Abang juga berbeda dengan orang normal lainnya. Setiap pagi ia membangunkan seisi rumah itu dengan ketukannya di pintu dan secerek air panas untuk mandi. Abang menjemput baju-baju kotor dan bisa marah jika disetorkan warna yang tidak sesuai dengan jadwal mencucinya. Mencuci baju putih setiap Senin, baju warna gelap hari Rabu, baju warna sedang hari Jumat. Abang juga memangkas rumput setiap hari Selasa, Kamis dan Sabtu. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut. “Setiap pagi dia membangunkan seisi rumah itu dengan ketukannya di pintu dan secerek air panas untuk mandi. Dia menjemput baju-baju kotor dan bisa ngadat kalau disetorkan warna yang tidak sesuai dengan jadwal mencucinya” Dewi Lestari, 200816. “Laki-laki disebelahnya memangkas rumput setiap hari Selasa, Kamis dan Sabtu. Mencuci baju putih setiap Senin, baju berwarna gelap hari Rabu, baju berwarna sedang hari Jumat. Menjerang air panas setiap hari pukul enam pagi untuk semua penghuni rumah. Menghitung koleksi sabun mandinya yang bermerek sama dan berjumlah genap seratus, setiap pagi dan sore” Dewi Lestari, 200814. Perilaku pada kutipan di atas yang dilakukan oleh seseorang yang menderita kelainan jiwa autis pasti akan sulit dimengerti oleh seseorang yang jiwanya normal. Begitupula yang dilakukan oleh Abang dan tidak dapat dimengerti oleh berjumlah genap seratus dan Abang akan menghitung koleksinya itu setiap Pagi dan Sore. Bagi abang seratus sabun adalah syarat bagi dia untuk hidup yang wajar.
Penelitian ini bertujuan untuk menyampaikan tujuan tertentu kepada pembaca. Tujuan tersebut berupa tujuan efek estetika, nilai agama, nilai moral, nilai sosial, dan budaya dalam cerpen “Malaikat Juga Tahu” karya Dewi Lestari. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan pragmatik. Pendekatan ini mengkaji dan memahami karya sastra berdasarkan fungsinya untuk memberikan pendidikan ajaran moral, agama, maupun fungsi sosial lainnya. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif mencakup reduksi data, sajian data, dan verifikasi serta simpulan. Berdasarkan hasil analisis, maka dapat disimpulkan bahwa dalam cerpen “Malaikat Juga Tahu” karya Dewi Lestari terlihat adanya efek kesenangan, kesedihan, dan efek estetika. Serta terdapatnya nilai-nilai yang dibaca oleh sipembaca seperti nilai agama, sosial, budaya, dan agama. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free DIKSI Jurnal Kajian Pendidikan dan Sosial p-ISSN 2809-3585, e-ISSN 2809-3593 Volume 3, nomor 2, 2022, 261 Doi 2022 DIKSI 253 Ciptaan disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi Internasional Kritik Sastra dengan Pendekatan Pragmatik pada Cerpen “Malaikat Juga Tahu” Karya Dewi Lestari Kasmawati* Universitas Muslim Maros, Indonesia *Coresponding Author kasma89 Article history Dikirim 19-12-2022 Direvisi 20-12-2022 Diterima 21-12-2022 Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menyampaikan tujuan tertentu kepada pembaca. Tujuan tersebut berupa tujuan efek estetika, nilai agama, nilai moral, nilai sosial, dan budaya dalam cerpen “Malaikat Juga Tahu” karya Dewi Lestari. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan pragmatik. Pendekatan ini mengkaji dan memahami karya sastra berdasarkan fungsinya untuk memberikan pendidikan ajaran moral, agama, maupun fungsi sosial lainnya. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif mencakup reduksi data, sajian data, dan verifikasi serta simpulan. Berdasarkan hasil analisis, maka dapat disimpulkan bahwa dalam cerpen “Malaikat Juga Tahu” karya Dewi Lestari terlihat adanya efek kesenangan, kesedihan, dan efek estetika. Serta terdapatnya nilai-nilai yang dibaca oleh sipembaca seperti nilai agama, sosial, budaya, dan agama. Cerpen Malaikat Juga Tahu; kritik sastra; pendekatan pragmatik PENDAHULUAN Sastra merupakan salah satu istilah yang berasal dari Bahasa Sansekerta. Kata “Sastra” berasal dari kata “Shastra” yang berarti pedoman shas pedoman dan sarana tra. Secara umum, pengertian sastra adalah suatu karya yang berbentuk tulisan dengan makna yang mendalam serta mengandung estetika. Sastra juga dapat dipahami dan memiliki arti yaitu mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk atau instruksi, dan sebagai alat atau sarana untuk memberi petunjuk. Secara harfiah, kata sastra dalam bahasa Latin, “littera” yang artinya tulisan. Sastra merupakan seni dan karya yang berkaitan dengan ekspresi dan kegiatan penciptaan dengan itu karya sastra mengandung unsur kemanusiaan seperti perasaan, semangat, kepercayaan, keyakinan sehingga mampu membangkitkan kekaguman. Karya sastra sangat berfungsi seperti sebagai hiburan, mendidik, memberikan keindahan, serta memberikan ajaran ajaran mengenai agama yang dapat ditiru atau diteladani bagi pembaca serta penikmat karya sastra tersebut. Karya sastra menurut ragamnya terbagi menjadi tiga, yaitu prosa, puisi, dan drama. 1 Prosa terdiri atas dua jenis yaitu prosa lama dan prosa baru. Bentuk prosa lama terdiri dari hikayat, sejarah, kisah dan dongeng. Sedangkan, prosa baru terdiri dari cerpen, novel, roman, riwayat, kritik, sejarah, kisah, dan dongeng. 2 puisi, yang terdiri dari 4 jenis yaitu puisi lama, baru, bebas dan kontemporer. Dan 3Drama. Dalam penelitian ini membahas analisis cerpen dengan menggunakan sudut pandang pendekatan pragmatik. Pendekatan pragmatik adalah salah satu pendekatan yang memandang karya sastra sebagai sarana untuk menyampaikan tujuan tertentu kepada pembaca. Dalam Kasmawati, Kritik Sastra dengan Pendekatan Pragmatik pada Cerpen “Malaikat Juga Tahu”… 2022 DIKSI 254 Ciptaan disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi Internasional hal ini tujuan tersebut dapat berupa tujuan politik, pendidikan, moral, agama, maupun tujuan yang lain. Cerpen merupakan suatu karya sastra dalam bentuk tulisan yang mengisahkan tentang sebuah cerita fiksi lalu dikemas secara pendek, jelas dan ringkas. Meskipun cerpen hanya memiliki kisah cerita yang singkat, akan tetapi memiliki makna dan pengetahuan yang terkandung dalam sebuah cerpen. Biasanya cerpen memberikan nilai positif yang dapat diambil oleh pembacanya. Dengan begitu nilai positif tersebut dapat dimanfaatkan untuk kehidupan sehari-hari. Cerpen biasanya hanya mengisahkan cerita pendek tentang permasalahan yang dialami satu tokoh saja. Cerpen juga bisa disebut sebagai fiksi prosa karena cerita yang disuguhkan hanya berfokus pada satu konflik permasalahan yang dialami oleh tokoh mulai dari pengenalan karakter hingga penyelesaian permasalahan yang dialami oleh tokoh. Cerpen dapat memberikan manfaat kepada pembacanya, dengan memberikan pengalaman pengganti, kenikmatan, pengembangan imajinasi, pengembangan pengertian tentang perilaku manusia dan dapat menyuguhkan pengalaman universal yang sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Cerpen “Malaikat Juga Tahu” karya Dewi Lestari bercerita tentang kedekatan seorang penyandang autis yang dipanggil “Abang” makhluk paling dihindari di rumah Bunda dengan seorang gadis yang bebas bercerita masalah percintaannya yang berjubel dan selalu gagal. Setiap malam minggu mereka terbaring di atas rumput, menatap bintang yang bersembulan dari carikan awan kelabu hingga banyak orang yang bertanya-tanya tentang persahabatan mereka berdua. Orang-orang penasaran tentang topik obrolan mereka dan apa kegiatan perempuan itu selama berjam-jam di sana. Adapun keseharian abang yaitu memangkas rumput setiap Selasa, Kamis, dan Sabtu dan mencucui baju setiap Senin, Rabu dan Jumat sesuai warna yang sudah ditentukan dan setiap pagi dia membangunkan seisi rumah itu dengan ketukannya di pintu dan secerek air panas untuk mandi. Abang memiliki saudara perempuan yang bahkan tak sempat lulus SD, yang meninggal dan memiliki adik laki-laki yang menurut orang-orang adalah figur sempurna. Ia pintar, normal, dan fisiknya menarik. Ia hanya tak pernah di rumah karena sedari remaja meninggalkan Indonesia demi bersekolah. Namun, adiknya berpacaran dengan perempuan yang dicintai kakanya yang membuat bunda bingung karena mereka berdua adalah anak bunda ,tapi bunda yakin yang bisa mencintai paling tulus adalah Abang” Menariknya cerpen/cerita pendek “Malaikat Juga Tahu” karya Dewi Lestari sangat konkrit dengan nilai bahasa yang lebih mudah dipahami oleh semua kalangan. Pembaca dapat terinspirasi oleh alur majunya yang elegan dengan kisah kehidupan di tiap paragrafnya. Cerpen ini juga memiliki lagu dengan judul yang sama yaitu “Malaikat Juga Tahu” dan dengan penulis yang sama, isi lagunya pun sangat konkrit dengan cerita yang sesuai dengan cerpennya. Selain itu, cerpen karya sastra Dewi Lestari ini juga telah diangkat dalam satu paket film yang berjudul Rectoverso. Masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah nilai apa saja yang terkandung dalam cerpen “Malaikat Juga Tahu” karya Dewi Lestari?. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui nilai yang terkandung dalam cerpen “Malaikat Kasmawati, Kritik Sastra dengan Pendekatan Pragmatik pada Cerpen “Malaikat Juga Tahu”… 2022 DIKSI 255 Ciptaan disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi Internasional Juga Tahu” karya Dewi Lestari. Dan manfaat penelitian adalah agar pembaca dapat menelaah dan mengkritik karya sastra dengan objek yang sama ataupun berbeda. KAJIAN TEORI Kritik Sastra Kritik sastra berasal dari dua kata. Kata kritik berasal dari bahasa Yunani „krites‟ yang memiliki arti „hakim‟. Kata „krites‟ itu juga berasal dari kata „krinen‟ yang memiliki arti „menghakimi‟. Sementara itu, kata „kriterion‟ di dalam kirtes memiliki arti „dasar penghakiman‟. Ada juga bahasa Yunani „kritikos‟ yang memiliki arti „hakim kesusastraan‟, yang dalam hal ini, kritik sastra berasal dari kata „kritikos‟ yang memiliki arti „hakim kesusastraan‟. Artinya, kritik sastra tersebut dapat diartikan sebagai salah satu objek studi sastra atau cabang ilmu sastra yang melakukan kegiatan analisis, penafsiran, dan juga penilaian terhadap teks sastra yang dalam hal ini merupakan karya seni. Kritik sastra merupakan salah satu cabang ilmu sastra ini biasanya berlaku untuk menghakimi suatu karya sastra. Selain menghakimi suatu karya sastra, kritik sastra juga berperan untuk mengkaji dan menafsirkan karya sastra secara lebih luas lagi Pradopo, 2009; Sayuti, 1993. Setelah mengetahui mengenai pengertian kritik sastra secara umum, adapun pengertian kritik sastra ahli, yaitu menurut Abrams, pengertian kritik sastra merupakan cabang ilmu yang berurusan dengan suatu perumusan, klasifikasi, dan penerangan, serta juga adanya penilaian karya sastra. Sedangkan menurut Jassin, kritik sastra adalah pertimbangan baik dan buruknya suatu hasil kesusastraan. Pertimbangan yang diungkapkan Jassin ini maksudnya adalah suatu kritik sastra harus disertai alasan dan berisi mengenai isi dan berbagai bentuk di dalam karya sastra. Dan menurut Widyamartaya dan Sudiati, pengertian kritik sastra adalah proses pengamatan yang teliti, perbandingan yang tepat akan sebuah karya sastra, dan pertimbangan yang adil terhadap baik dan buruknya kualitas, nilai, dan kebenaran suatu karya sastra Efendi, 2020, Kasno, 2020. Menurut beberapa pendapat para ahli tersebut maka dapat saya simpulkan bahwa kritik sastra merupakan cabang ilmu yang dimana prosesnya dilakukan dengan pengamatan yang teliti, perbandingan yang tepat akan sebuah karya sastra, dan pertimbangan yang adil terhadap baik dan buruknya kualitas, nilai, dan kebenaran suatu karya sastra. Dalam mengkritik sastra harus disertai alasan dan berisi mengenai isi dan berbagai bentuk di dalam karya sastra. Dalam mengkaji karya sastra tidak terlepas dari cara pandang penikmatnya, ketika mengkaji karya sastra seseorang akan memfokuskan perhatiannya pada aspek-aspek tertentu yang terkait dengan karya sastra tersebut. Oleh karena itu, perlu adanya pendekatan untuk mengkaji karya sastra. Pendekatan tersebut dibedakan menjadi beberapa macam,yaitu 1 pendekatan pragmatik, yaitu mengkritik karya sastra dengan melihat dari kegunaan suatu karya sastra yang kemudian diteliti dari bidang hiburan, estetika, pendidikan, dan hal lainnya. 2 Pendekatan mimetik bertolak pada pandangan bahwa suatu karya sastra yaitu mengenai gambaran atau rekaan dari lingkungan kehidupan dan kehidupan manusia. 3 Pendekatan ekspresif menekankan analisis pada kemampuan pengarang di dalam mengekspresikan atau Kasmawati, Kritik Sastra dengan Pendekatan Pragmatik pada Cerpen “Malaikat Juga Tahu”… 2022 DIKSI 256 Ciptaan disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi Internasional menuangkan idenya di dalam wujud sastra. Dan 4 pendekatan objektif adalah pendekatan untuk melihat karya sastra sebagai karya yang berdiri sendiri. Fungsi kritik sastra memiliki perbedaan satu sama lain, namun wajib melewati tiga tahapan seperti interpretasi penafisran, analisis penguraian, dan evaluasi penilaian. Secara garis besar, bisa disimpulkan bahwa fungsi kritik sastra yaitu sebagai media yang menghubungkan antara sastrawan dan penikmat sastra untuk memahami lebih dalam tentang karya sastra itu sendiri. Seorang kritikus mempunyai kewajiban untuk menerangkan teknik dan makna suatu karya sastra, agar mengandung isi, meskipun idiom, realitas sosial dan pembaharuan yang muncul membutuhkan proses untuk diterima oleh masyarakat. Dalam mengkaji karya sastra kita tidak bisa terlepas dari cara pandang penikmatnya, ketika mengkaji karya sastra seseorang akan memfokuskan perhatiannya pada aspek-aspek tertentu yang terkait dengan karya sastra tersebut. Oleh karena itu, perlu adanya pendekatan untuk mengkaji karya sastra. Pendekatan itu sendiri merupakan suatu aktivitas yang dipilih oleh seseorang dalam mengkaji suatu objek. Dalam hal ini, pendekatan yang dipilih yaitu pendekatan pragmatik. Secara umum pendekatan pragmatik adalah pendekatan yang melihat karya sastra sebagai media untuk menyampaikan tujuan tertentu kepada pembaca. Tujuan tersebut dapat berupa tujuan yang ada kaitannya dengan pendidikan, moral, politik, agama, ataupun tujuan yang lain. Pendekatan pragmatik juga merupakan pendekatan yang melihat karya sastra sebagai sesuatu hal yang dibuat atau diciptakan untuk mencapai atau menyampaikan hal-hal tertentu kepada penikmat karya sastra, baik berupa kesenangan, estetika atau pengajaran moral, agama atau pendidikan dan lain-lain. Pragmatik sebagai salah satu bidang ilmu linguistik, mengkhususkan pengkajian pada hubungan antara bahasa dan konteks tuturan. Pragmatik adalah studi mengenai kondisi kondisi penggunaan bahasa manusia yang ditentukan oleh konteks masyarakat Bala, 2022; Casim dkk, 2019; Rahardi, 200312. Levinson berpendapat bahwa pragmatik sebagai studi perihal ilmu bahasa yang mempelajari relasi-relasi antara bahasa dengan konteks tuturannya. Konteks tuturan yang dimaksud telah tergramatisasi dan terkodifikasikan sedemikian rupa, sehingga sama sekali tidak dapat dilepaskan begitu saja dari struktur kebahasaannya Rahardi, 200312. Serta menurut Tarigan 198534 pragmatik merupakan telaah umum mengenai bagaimana caranya konteks mempengaruhi cara seseorang menafsirkan kalimat. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud pragmatik adalah telaah umum yang ditentukan oleh konteks masyarakat dan mempelajari relasi-relasi antara bahasa dengan konteks tuturannya. Manfaat mempelajari bahasa melalui pragmatik adalah bahwa lawan tutur dapat bertutur kata tentang makna yang dimaksudkan oleh penutur, asumsi penutur, maksud dan tujuan penutur, dan jenis-jenis tindakan sebagai contoh suatu permohonan yang diperlihatkan ketika penutur sedang berbicara. Akan tetapi, kerugiannya adalah bahwa semua konsep manusia sulit untuk dianalisis dalam suatu cara yang konsisten dan objektif Yule, 20145. Dalam hal ini, pragmatik menarik untuk dikaji karena melibatkan bagaimana orang saling memahami satu sama lain secara linguistik. Akan tetapi, pragmatik merupakan ruang lingkup studi yang Kasmawati, Kritik Sastra dengan Pendekatan Pragmatik pada Cerpen “Malaikat Juga Tahu”… 2022 DIKSI 257 Ciptaan disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi Internasional mematahkan semangat, karena studi ini mengharuskan seseorang untuk memahami orang lain dan apa yang ada dalam pikiran mereka METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan pragmatik. Pendekatan pragmatik digunakan karena sesuai dengan sumber data yang membangun yaitu untuk mengetahui nilai-nilai yang ada di dalam cerpen “Malaikat Juga Tahu” karya Dewi Lestari. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode kepustakaan online. Metode kepustakaan adalah satu jenis metode penelitian kualitatif dengan cara mengadakan studi lewat bahan bacaan yang relevan agar peneliti dapat menentukan data yang diinginkan dari pembaca. Setelah cerpen “Malaikat Juga Tahu” karya Dewi Lestari memperoleh data, data tersebut dicatat peneliti denan baik. Kemudian data tersebut dianalisis sampai fokus penelitian terkumpul dan ditulis oleh peneliti. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif. Deskriptif adalah yaitu penggambaran atau penyajian data berdasarkan kenyataan-kenyataan secara objektif sesuai dengan objek penelitian, dengan cara menelaah secara seksama cerpen yang diteliti. Dalam verifikasi peneliti memeriksa kembali data analisis untuk membuktikan kebenaran hasil analisis. Teknik keabsahan data yang digunakan pada penelitian ini adalah triangulasi waktu. Triangulasi waktu yaitu teknik menguji dengan cara melakukan pemeriksaan secara berulang-ulang dengan waktu dan situasi yang berbeda sampai ditemukan data yang relevan. HASIL DAN PEMBAHASAN Menganalisis kritik sastra menggunakan pendekatan pragmatik cenderung digunakan untuk menyesuaikan dengan kondisi dan alternatif yang mungkin untuk diterapkan sehingga teori pragmatisme ini menyesuaikan dengan kebijakan yang berlaku. Sebagai suatu pendekatan untuk mencari kebenaran dalam teks sastra, pendekatan pragmatik memiliki relevansi dengan sistem kefilsafatan pragmatik Heraklitus dalam Graff 1996167 mengembangankan teori kefilsafatan yang mirip dengan pragmatik modern. Nilai-Nilai yang terkandung dakam cerpen “Malaikat Juga Tahu” karya Dewi Lestari Cerpen “Malaikat Juga Tahu” karya Dewi Lestari banyak mengandung nilai nilai sebagai sarana untuk menyampaikan tujuan tertentu kepada pembaca. Adapun nilai-nilai yang terkandung dalam cerpen ini yaitu nilai Agama, sosial, pendidikan, moral, etika, estetika, perjuangan dan psikologi. Nilai Agama Nilai agama yang biasa disebut nilai religius adalah salah satu nilai yang terdapat didalam cerpen. Nilai ini bersumber dari ajaran dan penggambaran agama berupa norma atau kaidah yang berlaku dalam agama. Nilai tersebut ada disebutkan atau dijelaskan dalam kitab suci setiap penganut agama. Nilai tersebut ada Kasmawati, Kritik Sastra dengan Pendekatan Pragmatik pada Cerpen “Malaikat Juga Tahu”… 2022 DIKSI 258 Ciptaan disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi Internasional disebutkan atau dijelaskan dalam kitab suci setiap penganut agama. Nilai agama/ religius dalam cerpen “Malaikat Juga Tahu” dapat dilihat pada kutipan berikut “Sang adik, kata orang-orang, adalah hadiah dari Tuhan untuk ketabahan Bunda yang cepat menjanda, disusul musibah yang menimpa anak pertamanya” Pada kutipan pertama di atas dikatakan termasuk dalam nilai agama/religius karena terdapat kata Tuhan yang merupakan maha sempurna yang memberikan hadiah untuk ketabahan bunda. Nilai Sosial Nilai sosial adalah salah satu nilai dalam cerpen yang berlaku umum di masyarakat. Nilai ini mengatur pola hubungan atau interaksi sosial antar sesama masyarakat. Nilai ini berupa sikap hidup, nilai hubungan masyarakat dengan perorangan, hubungan antar manusia, keadaan status sosial anggota masyarakat dan kebutuhan manusia itu sendiri. Nilai sosial dalam cerpen “Malaikat Juga Tahu” dapat dilihat pada kutipan berikut “Abang adalah pendengar yang luar biasa. Perempuan itu bisa bebas bercerita masalah percintaannya yang berjubel dan selalu gagal” “Sudah jadi pengetahuan umum bahwa ibu dari anak laki-laki itu, yang mereka sebut Bunda, sangat pandai memasak. Rumah Bunda yang besar dan memiliki banyak kamar adalah rumah kos paling legendaris. Bahkan ada ikatan alumni tak resmi dengan anggota ratusan, dipersatukan oleh kegilaan mereka pada masakan Bunda” Pada kutipan pertama dikatakan termasuk dalam nilai sosial karena sikap abang yang menjadi pendengar setia perempuan itu yang bebas bercerita, ini merupakan hubungan abang dan perempuan itu. Pada kutipan kedua dikatakan nilai sosial karena kepandaian bunda dalam memasak yang membuat seisi rumah kos gila pada masakan bunda. Ini menggambarkan masakan bunda yang mempersatukan seisi rumah kos legendarisnya. Nilai Pendidikan Nilai pendidikan adalah salah satu nilai dalam cerpen nilai yang menuntun manusia untuk selalu belajar, dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari bodoh menjadi pintar. Nilai ini berkaitan dengan pelajaran yang bisa dipetik dari lingkungan formal maupun nonformal. Nilai pendidikan dalam cerpen “Malaikat Juga Tahu” dapat dilihat pada kutipan berikut “Sekalipun Abang pandai menghafal dan bermain angka, ia tak bisa mengobrolkan makna. Abang gemar mempreteli teve, radio, bahkan mobil, lalu merakitnya lagi lebih baik dari semula. Dia hafal tahun, hari, jam, bahkan menit dari banyak peristiwa. Dia menangkap nada dan memainkannya persis sama di atas piano, bahkan lebih sempurna” Pada kutipan di atas dikatakan termasuk dalam nilai pendidikan karena Abang yang pandai menghafal dan bermain walaupun ia tidak dapat mengobrolkan makna ini menggambarkan kepandaian Abang salam suatu hal. Kasmawati, Kritik Sastra dengan Pendekatan Pragmatik pada Cerpen “Malaikat Juga Tahu”… 2022 DIKSI 259 Ciptaan disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi Internasional Nilai Moral Nilai moral adalah salah satu nilai dalam cerpen yang berkaitan dengan tingkah laku, perangai, atau budi pekerti antar sesama manusia. nilai moral merupakan nilai yang berkaitan dengan perbuatan baik dan buruk yang menjadi dasar kehidupan manusia dan masyarakat, dimana istilah manusia merujuk ke manusia atau orang lainnya dalam tindakan yang memiliki nilai positif atau negatif. Nilai moral dalam cerpen “Malaikat Juga Tahu” dapat dilihat pada kutipan berikut “Dia mencintai bukan cuma dengan hati. Tapi seluruh jiwanya. Bukan basa-basi surat cinta, bukan cuma rayuan gombal, tapi fakta. Adiknya bisa cinta sama kamu, tapi kalau kalian putus, dia dengan gampang cari lagi. Tapi Abang tidak mungkin cari yang lain. Dia cinta sama kamu tanpa pilihan. Seumur hidupnya” Pada kutipan di atas dikatakan termasuk dalam nilai moral karena adanya perbuatan bunda untuk mempertahankan cinta abang. Nilai Estetika Nilai estetika adalah salah satu nilai dalam cerpen yang berkaitan dengan segi keindahan, baik itu keindahan bahasa, keistimewaan tokoh, penyampaian cerita, dan latar cerita. Nilai estetika dalam cerpen “Malaikat Juga Tahu” dapat dilihat pada kutipan berikut “Laki-laki dan perempuan itu terbaring di atas rumput, menatap bintang yang bersembulan dari carikan awan kelabu. Saat yang paling tepat untuk bermalam minggu di pekarangan” Pada kutipan di atas dikatakan termasuk dalam nilai estetika karena bintang yang bersembulan dari cerikan awan kelabu sangat indah untuk dipandang dipekarangan. Nilai Perjuangan Nilai perjuangan adalah salah satu nilai dalam cerpen yang berhubungan dengan semangat memperjuangkan sesuatu yang benar, dan rela berkorban demi kepentingan orang banyak. Nilai perjuangan Tidak hanya membahas tentang pahlawan saja, namun cerpen dengan nilai perjuangan juga bisa berarti tentang usaha dan pantang menyerah seseorang dalam meraih sesuatu yang diinginkan. Nilai perjuangan dalam cerpen “Malaikat Juga Tahu” dapat dilihat pada kutipan berikut “Kamu harus tetap kemari setiap malam minggu. Tidak bisa tidak,” kata Bunda pada perempuan itu. “Dan selama kalian di rumah ini, kalian tidak boleh kelihatan seperti kekasih. Buat kalian mungkin tidak masuk akal. Tapi hanya dengan begitu abangmu bisa bertahan” Pada kutipan diatas dikatakan termasuk dalam nilai perjuangan karena menceritakan perjuangan bunda dalam menjaga perasaan Abang agar bisa bertahan hidup. Nilai Psikologi Nilai psikologi adalah salah satu nilai dalam cerpen yang berhubungan dengan perasaan atau kejiwaan manusia, seperti bahagia, sedih, terharu, marah, dan lain Kasmawati, Kritik Sastra dengan Pendekatan Pragmatik pada Cerpen “Malaikat Juga Tahu”… 2022 DIKSI 260 Ciptaan disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi Internasional sebagainya. Nilai psikologi dalam cerpen “Malaikat Juga Tahu” dapat dilihat pada kutipan berikut “Pada setiap penghujung malam Minggu, Bunda bersandar kelelahan dengan bulir-bulir besar peluh membasahi wajah, anaknya yang berbadan dua kali lebih besar tertidur memeluk kakinya erat-erat. Selain dengkuran dan napas anaknya yang memburu, tidak ada suara lain di rumah besar itu” Pada kutipan diatas dikatakan termasuk dalam nilai psikologi karena terdapat kalimat “bulir-bulir besar penuh membasahi wajah” yang artinga menangis. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis peneliti terhadap cerpen “Malaikat Juga Tahu” karya Dewi Lestari dengan kajian pragmatik, dapat disimpulkan bahwa cerpen tersebut banyak mengandung nilai-nilai. Adapun nilai-nila cerpen yang terdapat dalam cerpen “Malaikat Juga Tahu” karya Dewi Lestari yaitu nilai Agama, sosial, pendidikan, moral , estetika, perjuangan dan psikologi. Sehingga, cerpen ini cocok dianalisis menggunakan kajian pragmatik DAFTAR PUSTAKA Bala, A. 2022. Kajian Tentang Hakikat, Tindak Tutur, Konteks, dan Muka Dalam Pragmatik. Retorika Jurnal Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, 31, 36-45. Casim, C., Pratomo, P., & Sundawati, L. 2019. Kajian Linguistik Forensik Ujaran Bau Ikan Asin Oleh Galih Ginanjar Terhadap Fairuz A Rafiq. Metabasa Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pembelajaran, 12. Efendi, Agik Nur. 2020. Kritik Sastra Pengantar Teori, Kritik, & Pembelajarannya. Malang Mazda Media Etty Umamy. 2021. Analisis Kritik Sastra Cerpen “Seragam” Karya Aris Kurniawan Basuki. Jurnal Diklastari. Vol 1 2. Kasno, K. 2020. Kritik Atas Puisi-Puisi Karya Ahmad Nurullah dan Naning Pranoto. Pujangga Jurnal Bahasa dan Sastra, 52, 84-96. Lubis. 2020. Analisis Kritik Sastra Menggunakan Pendekatan Pragmatik Pada Antologi Cerpen Karya Hasan Al Banna. Jurnal Bahasa. Vol 4 9. Pradopo, Rahmat Djoko. 2009. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik dan Penerapannya. Yogyakarta Pustaka Pelajar. Rahardi, Kunjana. 2003. Berkenalan dengan Ilmu Bahasa Pragmatik. Malang Dioma Ridwan. 2020. Kritik Sosial Dalam Cerpen Langit Makin Mendung Karya Kipanjikusmin Tinjauan Sosiologi Sastra. Arkhais - Jurnal Ilmu Bahasa dan Sastra Indonesia. Vol 111. Kasmawati, Kritik Sastra dengan Pendekatan Pragmatik pada Cerpen “Malaikat Juga Tahu”… 2022 DIKSI 261 Ciptaan disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi Internasional Sayuti, S. A. 1993. Kritik Sastra Sebuah Tinjauan Umum. Diksi, 1. Tarigan, Henry Guntur. 1985. Pengantar Semantik. Bandung CV. Angkasa Yule, George. 2014. Pragmatik. Yogyakarta Pustaka Pelajar. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Kasnop>ABSTRAK Berbicara tentang kritik sastra, secara umum, selain untuk menghakimi karya sastra, juga memiliki fungsi untuk mengkaji dan menafsirkan nilai karya sastra baik novel, cerpen, maupun puisi. Tujuan penulisan ini adalah untuk mendeskripsikan dan menafsirkan nilai karya sastra yakni Puisi-Puisi Langit Biru yang mencerminkan adanya kepedulian terhadap lingkungan hidup karena pencemaran udara. Teori yang diterapkan untuk mendeskripsikan adalah kritik pandangan ”Tiga M Krit ik Sastra Sawo Manila Menghibur, Mendidik, dan Mencerdaskan. Metode penulisan ini adalah deskriptif kualitatif yaitu menafsirkan nilai-nilai puisi, menghibur, mendidik, dan mencerdaskan dalam Puisi-Puisi Langit Biru. Hasilnya menunjukkan bahwa dalam karya sastra khususnya dalam puisi karya Ahmad Nurullah dan Naning Pranoto terdapat makna yang mengangkat pentingnya lingkungan hidup bagi kehidupan manusia atas pencemaran udara dan lingkungan yang kurang sehat. Kata Kunci Kritik Sastra, Puisi, Menghibur, Mendidik, Mencerdaskan ABSTRACT Generally, literary criticism function for both judging literary work and interpreting novel, short story, and poetry. This article aims at describing and interpreting Puisi-Puisi langit Biru’which is reflecting the concern for the environment due to air pollution. This article used the three M Sawo Manila Menghibur, Mendidik, and Mencerdaskan Entertaining, Educating, and Developing Mind Theory. The method of the study employs descriptive qualitative, which is interpreting the values of poetry, those are Menghibur, Mendidik, and Mencerdaskan Entertaining, Educating, and Developing Mind. The result shows that in literary works, poems written by Ahmad Nurullah and Naning Pranoto, there are meanings that raise the importance of the environment for human life for air pollution and an unhealthy environment. Key Words Literary Criticism, Poetry, Entertaining, Educating, Developing Mind cerpen dewi lestari malaikat juga tahu